Bagaimana Cara Mengetahui Tingkat Pencemaran air?

Sumber: http://www.globalspec.com

Menurut peraturan pemerintah (PP) No. 82 tahun 2001 mengenai lingkungan, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun hingga tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Pencemaran air dapat diketahui dari perubahan warna, bau, serta adanya kematian dari biota air, baik sebagian atau seluruhnya. Apabila suatu sungai, danau atau laut diindikasikan tercemar, tentunya kita juga harus tau seberapa besar tingkat pencemaran dari air tersebut. Lalu, bagimana cara mengetahui tingkat pencemaran air? Pertanyaan berikut ini akan kita jawab dalam artikel berikut ini. Adapun cara mengetahui tingkat pencemaran air yaitu sebagai berikut:

 

  1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand merupakan banyaknya oksigen dalam mg/l yang diperlukan oleh mikroba untuk menguraikan bahan organik pada suhu 20 °C selama lima hari. Pengukuran BOD dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara oksigen terlarut awal dengan oksigen terlarut pada air sampel yang telah disimpan selama 5 hari pada suhu 20 °C. Kadar oksigen terlarut dalam air alami berkisar antara 5–7 ppm. 1 ppm adalah 1 mg oksigen yang terlarut dalam 1 liter air. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air adalah akibat terjadinya proses oksidasi bahan organik, reduksi zat hasil aktivitas bakteri anaerob, dan respirasi makhluk hidup air terutama pada malam hari.

Limbah bahan organik yang masuk ke dalam air diurai oleh mikroba, mikroba membutuhkan oksigen terlarut untuk mengoksidasi bahan organik. Semakin banyak limbah organik, semakin banyak mikroba yang hidup. Untuk hidupnya, mikroba memerlukan oksigen. Semakin banyak mikroba, semakin rendah kadar oksigen terlarut dalam air. Hal ini dapat mengganggu kehidupan di dalam air. BOD dapat menggambarkan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik yang dapat didekomposisikan secara biologis (biodegradable).

 

  1. Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand menunjukkan total jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang biodegradable maupun yang nonbiodegradable.

 

  1. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

Dissolved Oxygen menunjukkan jumlah kandungan oksigen di dalam air yang diukur dalam 1 mg/1 lt. DO dapat digunakan sebagai indikasi seberapa besar jumlah pengotoran limbah. Semakin tinggi oksigen terlarut, semakin kecil tingkat pencemarannya.

 

  1. Total Suspended Solid (TSS), Mixed Liquor Suspended Solid

(MLSS), dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) TSS, MLSS, dan MLVSS menunjukkan jumlah berat dalam mg/1 kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah dilakukan penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. MLSS menunjukkan jumlah TSS yang berasal dari bak pengendap lumpur aktif sesudah dipanaskan pada suhu 103 °C -105 °C, sedangkan MLVSS merupakan kandungan organic matter yang terdapat pada MLSS sesudah dipanaskan pada suhu 600 °C. Benda volatie yang menguap inilah yang disebut dengan MLVSS.

 

  1. Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan air dapat diukur dengan menggunakan efek cahaya. Kekeruhan air disebabkan oleh tercampurnya air dengan bahan organik di dalam air.

 

  1. pH air

pH air dapat dijadikan indikasi apakah air tersebut tercemar atau tidak dan seberapa besar tingkat pencemarannya. pH air alami berkisar antara 6,5 – 8,5 dan pada kisaran pH ini sangat cocok untuk kehidupan organisme di dalam air. Pencemaran air dapat menyebabkan naik atau turunnya pH air. Jika banyak tercemar zat yang bersifat asam (bahan organik), pH air akan lebih kecil dari 6,5, tetapi jika air tercemar oleh zat yang bersifat basa (kapur), pH air akan lebih besar dari 8,5. Setiap kenaikan 1 angka pada skala pH menunjukkan kenaikan kebasaan 10 kali. Demikian juga sebaliknya, penurunan 1 angka pada skala pH menunjukkan penurunan keasaman 10 kali. Kondisi air yang semakin asam atau semakin basa menjadi semakin tidak cocok bagi kehidupan organisme di dalam air, sehingga jika pH air semakin asam akan semakin sedikit organisme yang hidup di dalamnya, bahkan tidak ada sama sekali.

 

  1. Pengukuran Kadar CO2

Tingkat pencemaran air dapat diukur dengan cara tetrimetri untuk menentukan kadar karbondioksida (CO2) terlarut dalam air. Semakin banyak organisme yang hidup di dalam air, maka semakin tinggi kadar CO2 yang terdapat di dalam air karena gas CO2 yang terlarut di dalam air berasal dari proses pernapasan organisme yang terdapat di dalam air tersebut. Semakin banyak organismenya, maka gas oksigen yang terlarut di dalam air semakin banyak, atau sebaliknya.

 

  1. Pengukuran Pencemaran Air Secara Biologis

Pengukuran pencemaran air secara biologis merupakan pengukuran kualitatif (mutu) air tercemar. Pengukuran pencemaran air secara biologis tersebut hanya untuk menentukan besar dan tingkat pencemaran air. Indikator yang sering digunakan biasanya adalah makhluk hidup yang ada di dalam air itu. Alasannya, karena makhluk hidup yang digunakan sebagai indikatornya selalu berada terus menerus di dalam air yang terpengaruh langsung oleh bahan pencemar. Setiap jenis makhluk hidup tersebut mempunyai daya tahan (adaptasi) yang berbeda-beda terhadap bahan pencemar. Jika makhluk hidup itu mempunyai daya tahan tinggi, maka ia akan tetap bertahan hidup, tetapi jika makhluk hidup memiliki daya tahannya rendah atau peka terhadap bahan pencemar, maka akan mudah mati, bahkan punah.

Kita dapat menggunakan cacing planaria untuk mengetahui tingkat pencemaran air sungai. Bentuk cacing ini pipih dan peka terhadap bahan pencemar. Habitat planaria berada pada lingkungan yang airnya jernih dan banyak mengandung oksigen. Jika di sungai masih banyak kita temukan cacing planaria, berarti sungai tersebut belum tercemar. Apabila keberadaan cacing planaria semakin sedikit atau punah sama sekali, maka dapat dikatakan pencemaran air di sungai itu semakin tinggi. Meskipun pengukuran pencemaran air secara biologis hanya dilakukan dengan cara pengamatan saja, tetapi hasilnya lebih mudah terlihat dibandingkan dengan pengukuran pencemaran air secara kimia, seperti telah dijelaskan pada uraian di atas. Hal itu disebabkan makhluk hidup yang digunakan sebagai indikatornya selalu terus menerus berada di dalam air yang terpengaruh langsung oleh bahan pencemar.

 

 

 

Sumber:

Kistinnah I, Lestari ES. 2006. Biologi Makhluk Hidup dan Lingkungannya. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sulistyorini A. 2009. Biologi 1. Jakarta:  Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Suwarno. 2002. Panduan Pembelajaran Biologi. Jakarta:  Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Comments are closed.